SERAMBI ISLAM – Penanganan Polisi terhadap Kasus Pembunuhan almarhum Brigadir Joshua Hutabarat terus mendapat sorotan publik.
Yang menjadi sorotan terakhir adalah ditolaknya pengacara keluarga korban Joshua mengikuti proses rekonstruksi.
Pasca berkali kali Presiden Jokowi meminta kasus ini dibuka seterang terangnya Kapolri membentuk tim khusus telah mengungkap banyak hal terkait kasus ini.
Bahkan 98 orang polisi telah dinyatakan terlibat dalam rekayasa kasus ini.
Tetapi meskipun sudah dibentuk tim khusus dalam penanganan kasus ini tapi kami mencatat banyak hal hal yang menunjukkan kepolisian masih tidak bersikap profesional.
Bahkan masih terkesan arogan dalam menangani kasus ini,antara lain
1. Tidak ditahannya Tersangka Utama PC dengan alasan masih memiliki anak kecil.
Di banyak kasus hal ini tidak terjadi, bahkan kasus kasus yang tidak seberat kasus PC ini yaitu pembunuhan berencana dengan hukuman mati.
Harusnya PC sudah ditahan. Dalam hal ini kepolisian tidak menerapkan prinsip equality before the law.
2. Tidak dipecatnya polisi-polisi yang terlibat tindak kejahatan.
Telah disampaikan bahwa ada 98 orang polisi yang terlibat merekayasa kasus ini atau obstruction of justice tapi yang terjadi mereka dimutasi alih alih dipecat dan ditahan.
3. Seorang Brimob bersenjata yang membentak wartawan saat sidang etik Ferdy Sambo.
Hal ini menunjukkan arogansi yang sangat dari seorang anggota polisi terhadap pers.
4. Rekonstruksi yang tidak melibatkan pengacara korban.
Ini yang dipermasalahkan oleh banyak pihak termasuk pengacara korban Joshua yang mengannggap aneh kepolisian tidak mengizinkan pengacara korban untuk hadir dalam rekonstruksi.
5. Bagaimana audit Satgassus pasca dibubarkannya.
Satgassus yang dipimpin Ferdy Sambo yang dianggap selama ini melakukan tindakan tindakan yang tidak sesuai bahkan melawan hukum.
6.Bagaimana Fadhil Imran yang berpelukan dengan Ferdy Sambo tidak diproses.
Padahal banyak anggota Polda Metro Jaya yang terlibat kasus Sambo.
Ini menunjukkan ada yang tidak transparan dari proses penyelesaian kasus yang melibatkan banyak polisi aktif ini.
7. Putri Candrawati PC sebagai tersangka utama tidak memakai pakaian tahanan saat rekonstruksi.
Ini juga menjadi kritikan banyak pihak bahwa polisi tidak equality before the law.
Masih mengistimewakan seorang PC yang padahal adalah seorang tersangka utama kasus pembunuhan berencana.
8. Sidang Etik Ferdy Sambo yang tidak transparan.
Yaitu hanya bisa melihat gambar tapi tidak bisa mendengar pembicaraan sidang tersebut.
9. Pemberhentian Pengacara tersangka Brigadir Eliazer secara tiba-tiba.
Yaitu Deolipa Yumara dan tim oleh kepolisian. Sampai saat ini pun masih belum jelas alasan pemberhentian secara tiba-tiba tersebut.
Demikian antara lain catatan catatan bagaimana tentang apa yang dilakukan polisi dalam penanganan kasus ini.
Transparansi dalam negara demokrasi hanya akan bisa terjadi jika adanya partisipasi publik yang luas.
Tanpa adanya partisipasi publik seluas luasnya maka mustahil adanya transparansi dan hanya lips service belaka.
Opini: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.***
Buat yang hobby berbagi tulisan artikel atau opini (pendapat, pandangan dan tanggapan) ayo menulis, artikel dapat dikirim lewat WhatsApp ke: 0855-7777888.