SERAMBI ISLAM – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto minta pemerintah jangan menambah kisruh suasana dengan menyampaikan data keekonomian Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berbeda-beda.
Menurutnya, pemerintah harus jujur menyebutkan besaran harga keekonomian BBM yang beredar di masyarakat dan tidak mengada-ada.
Sebab semakin banyak info yang berbeda membuat masyarakat semakin tidak percaya pada penjelasan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Gagal di BPIP, Jadwal Baru Sedang Diatur Secara Khusus
Presiden Prabowo Subianto Larang Kader Partai Gerindra Serukan 2 Periode Sebelum Lakukan Evaluasi

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terkait harga keekonomian BBM pemerintah jujur saja dengan rakyat. Jangan ada yang ditutup-tutupi agar rakyat tidak bingung,” kata Mulyanto.
Mulyanto berharap sebaiknya pemerintah membatasi pihak yang boleh membicarakan rencana kenaikan BBM ini.
Tunjuk satu menteri yang berwenang dan kompeten menjelaskan masalah ini ke masyarakat. Dengan demikian data yang dirilis pemerintah tidak beda-beda.
Baca Juga:
RUPST BSI Tunjuk Anggoro Eko Cahyo Sebagai Dirut Baru dan Bagikan Dividen Lebih dari Rp1 Triliun
Wakil Mentan Sudaryomo Kunjungi ‘Markas Satria Baja Hitam’ di Tengah Lahan Sawah Karawang
Harga Beras Dunia Anjlok: Thailand, Vietnam, dan Kamboja Ketar-ketir, Indonesia Cetak Rekor Produksi
“Jangan seperti sekarang, setiap menteri dengan gampangnya menyampaikan data terkait rencana kenaikan harga BBM.”
“Data yang dikeluarkan satu menteri dengan menteri lain berbeda. Akibatnya masyarakat jadi bingung mau percaya pada data yang mana,” ujar Mulyanto.
Seperti diketahui dalam waktu dekat pemerintah mewacanakan akan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Namun hingga kini belum diketahui besaran angka kenaikan tersebut, termasuk juga harga keekonomian BBM bersubsidi.
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
Optimisme CSA Index Menular, Sektor Keuangan dan Energi Disorot Jadi Motor Pertumbuhan
Data yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, terkait harga keekonomian Pertalite dan Solar berbeda-beda.
Semestinya tugaskan BPK untuk menghitung HPP (harga pokok produksi) Solar dan Pertalite ini agar jelas dan akurat.
Mulyanto juga menyoroti besaran subsidi BBM yang disampaikan pemerintah.
Menurutnya, data besaran subsidi yang disampaikan Presiden kurang tepat. angka APBN perubahan yang sebesar 502 triliun rupiah bukan hanya untuk subsidi BBM.
Tetapi untuk pembayaran subsidi dan kompensasi baik untuk BBM, gas LPG 3 kilogram, serta listrik.
Termasuk dalam angka itu juga utang dana kompensasi pemerintah untuk tahun 2021.
“Jadi statemen yang ‘lebay’ kalau angka 502 triliun rupiah itu disebut hanya untuk subsidi BBM di tahun 2022,” katanya.
Subsidi BBM dan LPG 3 kilogram untuk tahun 2022 setelah disesuaikan dengan harga terbaru menjadi sebesar Rp 149,3 triliun.
Di mana subsidi untuk LPG 3 kilogram lebih besar daripada subsidi untuk BBM.***