SERAMBI ISLAM – Wacana penundaan pemilu 2024 seperti yg telah disuarakan sejumlah tokoh parpol justru sangat kontraproduktif di masa pandemi seperti sekarang ini.
Hasil dari berbagai survei menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi cukup tinggi dan ekonomi membaik.
Tetapi itu bukan berarti publik ingin memperpanjang masa jabatan presiden. Kenapa? karena lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya dari berbagai aspek, baik politik maupun ekonomi.
Yang diinginkan publik itu memperpanjang program pembangunan Jokowi, bukan masa berkuasanya.
Justru wacana seperti itu bisa menjatuhkan kharisma Presiden Jokowi yang sebenarnya juga sudah tegas menolak.
Menerima wacana seperti itu malah akan menimbulkan krisis legitimasi dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah saat ini, karena dianggap melukai demokrasi dan semangat reformasi.
Apalagi tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mengkaitkan virus covid (baik itu delta atau omicron) dengan perlunya memperpanjang kekuasaan.
Otomatis pembisik Presiden Jokowi terkait perpanjangan kekuasaan itu justru lebih berbahaya daripada virus covid itu sendiri.
Partai-partai koalisi pemerintah yang menyatakan dukungannya terhadap penundaan Pemilu 2024 seperti nggak pede menjalankan amanah konstitusi yang jelas membatasi hanya dua periode.
Padahal partai politik adalah fondasi demokrasi. Mungkin karena masing-masing ketum partai nya merasa rendah elektabilitasnya.
Pertanyaannya: apakah mereka akan bersuara seperti itu jika elektabilitasnya tinggi?
Justru Pak jokowi harus soft landing dengan mulus di akhir masa jabatannya nanti di 2024.
Dan program-program presiden Jokowi harus dilanjutkan oleh orang-orang yang punya komitmen kuat dengan kinerja yang bagus.
Orang seperti Prabowo Subianto yang dulu pernah diisukan ingin kudeta di masa Orde Baru, faktanya justru setia di jalur konstitusional tanpa kenal lelah di masa reformasi sekarang ini.
Oleh: Igor Dirgantara, pengamat politik Fisip Universitas Jayabaya.***