SERAMBI ISLAM – Kasus investasi bodong robot trading DNA Pro masih terus bergulir pasca ditetapkannya 14 orang sebagai tersangka.
Dalam kasus investasi bodong ini, sebanyak 3.621 orang menjadi korban.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan mengatakan ribuan korban investasi bodong robot trading DNA Pro ini mengalami kerugian dengan total Rp551 miliar.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Gagal di BPIP, Jadwal Baru Sedang Diatur Secara Khusus
Presiden Prabowo Subianto Larang Kader Partai Gerindra Serukan 2 Periode Sebelum Lakukan Evaluasi

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sampai saat ini, korban yang melapor ke Mabes Polri kurang lebih sudah 3.621 korban. Dengan total kerugian kurang lebih Rp551.725.456.972.”
“Artinya, dari tiga ribuan korban, total kerugian sekitar Rp551 miliar,” ujar Whisnu kepada wartawan, Sabtu 28 Mei 2022.
Lanjut Whisnu, dari total 14 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, tiga diantaranya masih berstatus DPO.
Baca Juga:
RUPST BSI Tunjuk Anggoro Eko Cahyo Sebagai Dirut Baru dan Bagikan Dividen Lebih dari Rp1 Triliun
Wakil Mentan Sudaryomo Kunjungi ‘Markas Satria Baja Hitam’ di Tengah Lahan Sawah Karawang
Harga Beras Dunia Anjlok: Thailand, Vietnam, dan Kamboja Ketar-ketir, Indonesia Cetak Rekor Produksi
Mereka antara lain Daniel Zii, Ferawaty alias Fei, dan Devin alias Devinata Gunawan.
Para tersangka mengoperasionalkan robot trading DNA Pro ini dengan metode atau skema Ponzi.
Dimana, keuntungan yang didapatkan member sebenarnya hanya keuntungan yang pura-pura atau manipulatif.
“Memang dalam gambaran DNA Pro, ada menampilkan grafik trading terkait pembiayaan dan pembayaran dari member.”
Baca Juga:
Persrilis.com Siap Publikasikan Press Release Anda, Jika Ingin Tampil di Media Ekonomi dan Bisnis
Optimisme CSA Index Menular, Sektor Keuangan dan Energi Disorot Jadi Motor Pertumbuhan
“Tapi itu semua bohong, semua tidak benar. Dan setelah kita cek, perusahaan DNA Pro ini tidak pernah terdaftar atau terdata resmi,” bebernya.
Terkait kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 106 juncto Pasal 54 dan Pasal 105 juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Selain itu, tersangka juga dikenai Pasal berlapis dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ancaman hukumannya paling lama 20 tahun penjara.***