SERAMBI ISLAM – bertepatan dengan akhir Safar 1444 Hijriyah. Sebagian masyarakat Indonesia tidak berani menggelar pernikahan di Safar.
Alasannya, Safar dianggap membawa pada nasib buruk atau kesialan. Pandangan ini seolah turun temurun diwarisi dari generasi ke generasi.
Sebenarnya, seperti apa sejarah penamaan bulan ini? Apa saja peristiwa penting di dalamnya? dan bagaimana ajaran Islam memandang bulan kedua setelah Muharram pada kalender Hijriyah ini?
Sejarah penamaan Safar
Kata Safar sendiri terdiri dari tiga huruf shad, fa’, dan ra’ bila digabung akan memiliki variasi cara baca dan memiliki banyak arti.
Baca Juga:
Momen Penuh Hormat Presiden Prabowo Subianto ke Emil Salim: Minta Maaf Saya Baru Datang Sekarang
Mengenai Kabar Pemindahan Sebagian dari 2 Juta Warga Gaza ke Indonesia, Ini Tanggapan Kemenlu RI
Resmikan 37 Proyek Listrik di 18 Provinsi, Presiden Prabowo Subianto: Kita Menuju Swasembada Energi
Dalam kamus Lisanul ‘Arab karya Ibnu Mandzur, kata ini dapat berarti warna kuning (Shufrah) dapat pula berarti kosong (Shafar). (Ibnu Mandzur, Lisanul ‘Arab, Beirut, juz 4, hlm. 460-462)