SERAMBI ISLAM – Dalam bahasa Arab, “salaf” berarti “mutaqaddim” atau pendahulu. Istilah salaf kemudian dipahami kepada periode Rasulullah Saw, Sahabat, dan Tabiin.
Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim, ketiga periode Islam awal ini merupakan generasi terbaik yang patut menjadi teladan.
Terminologi ‘salaf’ kemudian digunakan sebagai simbol otentisitas dalam pemikiran hukum Islam dan mengubahnya menjadi sebuah doktrin utama dalam gerakan kaum pembaharu.
Bendera Salafisme pada awalnya merupakan suatu doktrin yang dikampanyekan para pembaharu Islam yang hidup pada abad 19 dan 20, semisal Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
Baca Juga:
Momen Penuh Hormat Presiden Prabowo Subianto ke Emil Salim: Minta Maaf Saya Baru Datang Sekarang
Mengenai Kabar Pemindahan Sebagian dari 2 Juta Warga Gaza ke Indonesia, Ini Tanggapan Kemenlu RI
Resmikan 37 Proyek Listrik di 18 Provinsi, Presiden Prabowo Subianto: Kita Menuju Swasembada Energi
Ketiga tokoh pembaharu ini sepakat perlunya reformasi Islam dengan cara meneladani generasi muslim awal yang saleh (al-salaf al-shalih).
Sejumlah sarjana lain mengatribusikan paham Salafisme pada gagasan tekstual Ahmad bin Hambal dan ada pula yang mengaitkannya dengan gerakan purifikasi Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim.
Perbedaan Salafisme Wahab dan Abduh
Menurut Muhammad Rofiq Muzakkir, di antara varian-varian salafisme di atas terdapat perbedaan konteks satu sama lain.
Baca Juga:
Pihak Hamas dan Israel Saling Bebaskan dan Bertukar Tahanan, Gencatan Senjata Mulai Diberlakukan
Salafisme Abduh disebut sebagai respon intelektual atas kolonialisme Barat dan keterbelakangan dunia Islam di abad modern.