SERAMBI ISLAM – Masjid Jami Baitul Muttaqin di Dusun Sengon Trasan, Desa Trasan, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, selalu ramai aktivitas warga selama Ramadhan.
Setiap hari, masjid kuno yang memiliki 16 saka (tiang) itu, digunakan untuk kegiatan keagamaan, baik pengajian maupun tadarusan membaca Al Quran.
Sering disebut Masjid Trasan, usia masjid ini hampir sama dengan Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang.
Yang berbeda, Masjid Jami Baitul Muttaqin Bandongan, memiliki keunikan setiap tanggal 21 Ramadhan.
Baca Juga:
DPP Partai Bulan Bintang Periode 2025 – 2030 Dipimpin oleh Keponakan Yusril Ihza Mahendra
Masih Belum Jelas, Kepastian Waktu Pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Prabowo Subianto
Masjid ini memiliki Tradisi Selikuran yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.
“Tidak ada yang tahu kapan tradisi ini dimulai, masyarakat hanya tahu Tradisi Selikuran sudah turun temurun,” kata sesepuh Desa Trasan, Mbah Thoyib (91) saat ditemui usai salat Ashar, beberapa waktu lalu.
Menurut Mbah Thoyib, sejak dirinya masih bocah, Tradisi Selikuran sudah ada dan selalu diikuti ratusan warga.
Tidak hanya warga sekitar Bandongan, juga warga dari luar daerah.
Baca Juga:
Sikap Politik PDIP Terhadap Pemerintahan Presiden Prabowo Diungkap oleh Sekjen Hasto Kristiyanto
Sebanyak 211 Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi Dipulangkan karena Melanggar Keimigrasian
Menko Muhaimin Iskandar Ungkap Alasan Kegiatan Pendidikan Tak Perlu Libur Selama Bulan Ramadhan
Hal ini membuat halaman masjid, halaman rumah warga dan jalanan penuh dengan mobil-mobil dari luar kota.
“Awalnya, warga memilih iktikaf di Masjid Jami Baitul Muttaqin Bandongan karena ini masjid tertua dan unik. Semakin lama semakin banyak yang iktikaf di masjid ini,” lanjutnya.
Dari sisi model bangunan, gaya arsitektur dan bahan bangunan Masjid Jami Baitul Muttaqin hampir sama dengan Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang.
Sedangkan Masjid Jami Trasan ini memiliki luas bangunan 15 x 15 meter dengan seluruh kayunya menggunakan kayu jati.
Baca Juga:
Usai Ketua Umum Megawati Soekarnoputri Dituntut Mundur, Puan Maharani Ungkap Kondisi PDIP Terkini
PDI Perjuangan Ungkap Alasan Hasto Kristiyanto Siapkan Pledoi atau Pembelaan Dìri dalam 7 Bahasa
Calon Ketua Umum PBB Periode 2025 – 2030, Tokoh Muda Gugum Ridho Putra Deklarasi Mencalonkan Diri
Salah satu keunikan masjid ini adalah pemakaian 16 soko guru atau tiang penyangga masjid.
Hal ini tentu berbeda dengan masjid lainnya yang hanya memiliki empat tiang.
Empat tiang di tengah merupakan soko guru dengan tinggi 7-8 meter dan 12 tiang lain sekitar 2,5 meter.
“Tiang-tiang tersebut berdiri dengan pola tertentu sehingga membentuk semacam ruangan atau bilik. Setiap ‘bilik’ memiliki nama tersendiri.”
“Masyarakat meyakini setiap bilik mempunyai manfaat masing-masing. Bahkan konon ada ‘bilik’ tempat berdoa untuk meraih jabatan tertentu,” ungkapnya.
Pola dan rangkaian kayu jati ini membuat bentuk Masjid Jami Trasan menyerupai bentuk kapal kayu raksasa.
Konon, nama Desa Trasan ini sendiri mengandung makna terusan Demak. Ini mengandung arti, masjid tersebut berasal atau dipengaruhi gaya arsitektur masjid di Demak.
Faktor sejarah dan keunikan, menjadi sumber daya tarik masyarakat memadati Masjid Jami Baitul Muttaqin setiap tanggal 21 Ramadhan.
Ini merupakan masjid tertua ketiga di Magelang setelah Masjid Agung Payaman dan Masjid Agung Kauman Kota Magelang.
“Meski tidak ada bukti tertulis namun berdasar cerita masyarakat diyakini masjid ini dibangun sekitar tahun 1773 masehi,” tutupnya.***
Buat yang hobby berbagi tulisan, ayo menulis hikayat, cerita rakyat ataupun asal usul sejarah di kota Anda, artikel dapat dikirim lewat WhatsApp ke: 0855-7777888.
Boleh rewrite (menulis ulang) dari sumber resmi maupun website pemerintah dengan mencantumkan sumbernya, namun dilarang menyadur dari portal berita atau media online lain.